d sWeetY cHubBy

d sWeetY cHubBy

welcome 2 my bloG....

This blog is my mirror..
It represents my purpose and my passion,
I juz need to share all of my experience, what in my mind, all i want, all I need, and everything about me..
May be it can be my diary,
also my thankful book,
my reminder and my heart alarm,
and many more.


so juZ read it and teLL me what do you thinK about me..............

^-^

Thursday, December 31, 2015

Flash Back 2015

New year's eve 2015
Pattani, Thailand


2015. Tahun paling ajaib dalam hidupku hingga saat ini. Tahun yang dihiasi dengan berbagai rasa, warna dan cerita. Mari mencoba menghitung berkat-Nya (yang mampu kita hitung) karena sesungguhnya berkat-Nya tidaklah terhitung.

Januari 2015
Diawali dengan sebuah langkah terbesar dalam hidupku. Menikah. 3 Januari 2015. Sekali untuk selamanya. Setelah pacaran lebih dari 7 tahun, akhirnya Tuhan mengijinkan Bernadus Rio Wicaksono menjadi pendamping hidupku. Dilanjutkan bulan madu ke Singapura dan menjalani long distance marriage setelahnya. Kembali ke Thailand, dalam kurun waktu satu minggu, Tuhan mengijinkan untuk melewati thesis proposal defensive dengan baik, selesai dalam waktu 1.5 jam saja. Segala puji bagi Tuhan.

Februari 2015
Ulang tahun ke 26. Pertama kalinya merayakan ulang tahun di negeri orang, dengan status sebagai istri orang dan sebagai mahasiswa. Tuhan memberikan teman-teman yang baik, memberikan kejutan di hari ulang tahun. Selain itu aku berkesempatan jalan-jalan dengan Prof Jens dan istrinya Vibecka dari Denmark. Di tengah-tengah sakit kuping mendengarkan orang Thailand dengan Thainglishnya, ngobrol banyak dengan native speaker itu cukup melegakan.

Maret 2015
Satun trip! Berhubung dosen pembimbing lagi ke Prancis (ini juga bisa dihitung sebagai berkat Tuhan yang tak terkira), dimanfaatkanlah waktu untuk ke Satun. Refreshing lah ya. Kebetulan perjalanan kali ini super duper ransel dan mengarah ke "jika aku menjadi", agak kurang cocok sih akunya. Tapi melihat kehidupan nelayan-nelayan di sana aku jadi benar-benar bersyukur aku hidup di Indonesia dilahirkan di keluarga yang sederhana namun senantiasa dicukupkan oleh Tuhan. Tidak perlu berpeluh mencari ikan di laut, mandi nunggu air hujan, toilet seadanya, tidur di balai-balai dan sebagainya. Pelajaran berharga dari perjalanan ini.

April 2015
Yeay akhirnya Songkran Festival tiba juga. Janjian sama suami di Malaysia, our second honeymoon. Kangen sangat. Berasa orang kaya janjiannya aja di luar negeri, tapi sebenarnya ini cara berhemat karena ke KL tiketnya lebih murah daripada ke Jakarta. Bulan ini juga diberi kesempatan untuk menjadi MC di acara ASEAN Night yang cukup besar, agak gugup juga sih awalnya, tapi Tuhan yang beri kelancaran. Acaranya dihadiri para Duta Besar dan Konsulat Jenderal, panggungnya gedhe ala-ala inbox SCTV, dandananku aja maksimal abis pake kebaya merah meriah. Honornya juga lumayan. Bersyukur dapat pengalaman ini.

Mei 2015
Proposal thesis berhasil mendapatkan funding dari Graduate School sebesar 30,000 THB. Puji syukur kepada Tuhan. Perjuangan tidak sia-sia.

Juni 2015
GPA semester ini ga sesempurna semester kemarin sih, 3.88. Tak apalah. Bukan jumlah yang kecil juga, mungkin diingatkan untuk lebih banyak belajar dan lebih banyak membaca. 

Juli 2015
Pulaanggggg ke Indonesia (ke rumah suami di Dumai tepatnya)! Senangnya. Mungkin ini sudah rencana Tuhan. Kalau belum nikah, mana mungkin bisa satu bulan liburan di rumah suami begini, bisa-bisa malah liburan kuliah gini tetep di kampus aja, ga pulang ke Indonesia. Selama di sini bisa bener-bener merasakan jadi ibu rumah tangga. Bangun pagi masakin sarapan buat suami, setrika baju, siang masak sama bersih-bersih rumah sambil nunggu suami pulang kerja. Hari Sabtu ke gereja bareng trus bisa makan bareng di luar. Hari Minggu ke pasar bareng-bareng belanja buat seminggu, liat proses "pembunuhan" ayam pula. How could I ask more, God?

Agustus 2015
Kembali ke realita jadi mahasiswa lagi. 

September 2015
Si merah rewel ga mau nyala. Sempet frustasi dan akhirnya beli si putih yang sekarang dipake nulis artikel ini. Selalu ada hikmah kan di balik musibah. Kalau si merah ga rewel mungkin ga punya kesempatan punya si apple ini. Berkesempatan juga mengerjakan lab di kampus HatYai. Kampusnya emang jauh lebih oke sih dari Pattani. Mungkin kalau waktu boleh diulang mau daftar di Hat Yai aja kali ya. #eh. Tapi apa yang sudah terjadi kan sudah sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari bersyukur. Banyak lho yang pengen kuliah di luar negeri dengan beasiswa full.

Oktober 2015
Semua nampak baik-baik saja. International Student Office mengadakan Sport Day. Awalnya sih enjoy aja, tapi waktu main basket terjadilah kecelakaan yang bikin aku merasakan first time in everything. 
- pertama kali berasa mau pingsan karena muka berdarah-darah
- pertama kali dibawa pakai ambulance
- pertama kali masuk UGD (seumur-umur masuk rumah sakit aja ga pernah)
- pertama kali X-ray selain karena kewajiban test kesehatan
- pertama kali pakai gips
- pertama kali pakai kruk
- pertama kali ngerasa down parah, ga pede dan ngerasa jadi orang paling menderita di dunia
Tapi mungkin ini rencana Tuhan supaya aku lebih banyak berdoa, secara selama ini masih suka bolong-bolong berdoanya. Dan aku berada di titik pasrah dan berserah.

November 2015
Ternyata kakiku masih belum sembuh. Belum bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan normal dan sendiri, malah gips nya diganti yang full casting dari polyester. Baiklah, kuputuskan untuk pulang ke Indonesia karena di sini tidak ada yang bisa merawat, di Indonesia ada suami dan keluarga. Puji Tuhan diberi kemudahan saat akan pulang, tiket mudah didapat harganya juga reasonable, selama perjalanan memanfaatkan fasilitas wheel service dari Air Asia Care, suami jemput di KL (awalnya udah panik karena kapal ke Melaka nya delay, tapi Puji Tuhan masih bisa sampai di KLIA tepat waktu jadi bisa ketemu tanpa menunggu terlalu lama), sampai di Indonesia dengan selamat. Dirawat ibu mertua yang super baik, papa mama juga datang nengokin, teman-temannya Rio, teman-teman kantor. Sungguh, keluarga dan teman-teman adalah anugerah terbesar, kekuatan di saat aku merasa tidak bisa apa-apa. Semua karena kasih Tuhan aku boleh menyadari berkat tak ternilai ini.

Desember 2015
Puji Tuhan aku diberi kesembuhan, bisa mulai belajar jalan sedikit demi sedikit, boleh merayakan natal di Solo, Salatiga dan Semarang bersama suami, keluarga suami dan keluargaku. Boleh merayak misa di Solo dan ibadah di GKJ di Salatiga. Mungkin cuma sebentar, tapi ini adalah berkat Tuhan, tanpa ijinNya mungkin aku belum boleh menikmati ini. Tanggal 27 Desember aku kembali ke Thailand untuk menyelesaikan apa yang harus diselesaikan. Tuhan kembali mempermudah perjalanan kembali ke Thailand, Tuhan memberi kekuatan dan perlindungan hingga aku tiba dengan selamat. Tuhan juga yang ijinkan aku saat ini merayakan tahun baru di sini. Mungkin tidak seindah kalau aku ada di rumah Rio atau di rumah papa mama, tapi selalu ada alasan untuk bersyukur. Kalau kata Rio, "kamu beruntung dong bisa tahun baruan di negara orang, banyak orang yang pengen tahun baruan di luar negeri, kamu gratisan tahun baruan di luar negeri." Okelah. Ini malam tahun baru pertama buatku di negara orang. Puji Tuhan untuk kesempatan ini. 

Kisah ini ditulis bukan ingin sombong atau pamer. Sungguh ini menjadi self reminder untuk diri sendiri bahwa berkatNya tak terhitung. Kalau dibaca baik-baik ada kisah yang kurang baik seperti laptop rusak dan kecelakaan yang bikin ga bisa ngampus 1 bulan lebih. Tapi semua pasti terjadi karena seijin Tuhan dan Tuhan punya rencana di balik itu.


Apakah beban membuatmu penat?
Salib yang kau pikul menekan berat
Berkat Tuhan satu-satu hitunglah
Kau niscaya kagum oleh kasihNya

Berkat Tuhan mari hitunglah
Kau kan kagum oleh kasihNya
Berkat Tuhan mari hitunglah
Kau niscaya kagum oleh kasihNya


Tuhan, terima kasih untuk tahun 2015 yang luar biasa ini. Tahun boleh berganti, namun Tuhan tetaplah Tuhan yang sama. Engkau tidak akan berubah. KasihMu kekal untuk selamanya. PenyertaanMu sempurna. RancanganMu penuh damai. Biarkan aku terus memujiMu selamanya. Aku siap untuk menjalani 2016 ini bersamaMu, Tuhan. Amin.

Wednesday, October 14, 2015

Melepaskan

Apa yang kau kejar nona?
Sebuah nama?
Sebuah gelar?
Penghargaan?
Kekayaan?
Kekuasaan?
Tak lelah kau berlari?
Tak letih kau mengejar?

Sudahlah nona..
Terkadang kau harus belajar melepaskan
Melepaskan diri
Melepaskan hati
Melepaskan jerit
Hingga akhirnya melepaskan tangis
Dari situlah kau tahu
Melepaskan itu indah

Belajarlah untuk melepaskan nona..

I am back

It's been a very long time not to visit this blog. Almost three years.

Setahun ini hidupku berubah. Bukan lagi wanita karir yang berangkat pagi pulang malam bekerja di gedung tinggi. Sekarang aku cuma mahasiswa. Entah apa yang kupikirkan saat aku mendaftar ke universitas ini. Masa depan yang lebih baik? Prestise? Atau sekedar jenuh dengan kehidupan di kantor. Namun itu sudah tidak penting lagi. Yang jelas aku sudah "terjebak" di sini. Terjebak oleh keputusanku sendiri.

Hampir selalu ada perasaan ingin pergi, ingin berlari, ingin kembali. Namun jika menengok ke belakang, ada terlalu banyak hal dan terlalu banyak orang yang berkorban demi aku berada di sini. Menuntut ilmu yang katanya buat negara, atau untuk diri sendiri, ah atau entah untuk siapapun.

Semakin belajar semakin aku merasa bodoh. Semakin tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa. Itu yang membuatku menyerah? Bukan. Karena seiring aku tahu aku tidak tahu apa-apa, di situ aku tahu bahwa banyak orang juga yang mungkin sebenarnya juga tidak tahu apa-apa.

Dulu aku pernah terkagum-kagum pada jurnal, paper dan sejenisnya. Sekarang? Aku cuma menganggapnya sampah. Entah apa karena terlalu banyak hal yang mereka sembunyikan sampai aku tidak bisa mendapatkan hasil seperti mereka, atau karena aku juga tidak yakin apa yang mereka publikasikan itu adalah sebuah kebenaran.

Mungkin juga aku yang salah memilih pembimbing. Ah entahlah. Apa ada yang salah jika kita mengalami kegagalan dalam sebuah penelitian? Terlebih jika itu kali pertama. Lalu kita selalu dianggap salah. Dianggap tidak bisa merencanakan sebuah penelitian dengan baik. Heeyyy please! Kadang aku ingin berteriak. Aku tidak sedang melakukan perbuatan kriminal. Aku tidak sedang merencanakan kejahatan. Aku juga tidak hamil di luar nikah. Aku cuma mahasiswa yang berjuang memperoleh ijazah yang sedang mengalami kegagalan di eksperimen. Sebegitu besar kesalahanku?

Baiklah jika begitu. Jika memang tidak ada lagi tempat untukku di sini, aku masih punya ibu pertiwi yang dengan senang hati menerimaku kembali. Aku yakin dengan diriku. Malu? Ah itu kan katamu. Sekali lagi aku tidak sedang melakukan kejahatan atau tindak kriminal. Aku juga tidak melakukan perbuatan asusila. Aku hanyalah mahasiswa yang sedang berusaha mendapatkan hasil penelitian yang terbaik. Namun jika itu dianggap suatu kesalahan besar, maka dengan rela hati aku akan pergi. Tak perlu sedu sedan itu lagi.


-curahan hati seorang mahasiswa master semester 3-