d sWeetY cHubBy

d sWeetY cHubBy

welcome 2 my bloG....

This blog is my mirror..
It represents my purpose and my passion,
I juz need to share all of my experience, what in my mind, all i want, all I need, and everything about me..
May be it can be my diary,
also my thankful book,
my reminder and my heart alarm,
and many more.


so juZ read it and teLL me what do you thinK about me..............

^-^

Monday, January 30, 2012

How I Love Writing

Menulis. Sebuah kegiatan yang bagi saya lebih dari sekedar merangkai kata-kata menjadi kalimat. Lebih dari sekedar menyusun kalimat menjadi paragraf yang selanjutnya disebut tulisan. Menulis, yang menurut sebagian orang adalah hobi atau kegemaran, merupakan panggilan hati. Setiap detik saya merasa terpanggil untuk menulis. Menuangkan apa yang saya lihat, apa yang saya dengar, apa yang saya rasakan dan segala sesuatu yang saya tahu dalam setiap dimensi waktu ke dalam rangkaian huruf-huruf yang mewakili perasaan saya. Setiap saya mengalami suatu kejadian, hal yang saya inginkan adalah menulis. Bukan sekedar pamer atau ingin disebut sok eksis. Saya hanya ingin menulis. Menceritakan. Berbagi cerita.

Sejak kecil saya selalu merasa hidup saya adalah menulis. Ketika duduk di bangku sekolah, buku harian atau yang pada zamannya disebut sebagai diary tidak pernah absen dari hari-hari saya. Apapun yang terjadi pada hari itu selalu saya curahkan pada buku yang disebut sebagai diary. Segala kejadian. Segala perasaan. Segala pertemuan. Tawa canda. Tangis haru. Pencapaian. Pergumulan. Buku harian seolah sudah menjadi cetak biru kehidupan saya di masa lalu yang apabila saya kembali membacanya di saat-saat ini membuat saya seolah-olah terbang ke kehidupan lalu dan ketika tersadar saya masih di ruang waktu yang sama, yang ada hanyalah rasa rindu. Rasa rindu akan masa lalu.



Beranjak remaja saya semakin mencintai kegiatan ini. Merangkai kata adalah luar biasa. Bergabung dalam tim mading sekolah adalah kebanggaan. Lebih dari itu, menjadi bagian dari komunitas karya ilmiah remaja bagaikan meraih mimpi. Saya lebih leluasa lagi menulis. Tidak cukup hanya bercerita pada buku harian. Berbagai jenis tulisan bebas, sajak puisi, hingga tulisan dengan kategori berat pun saya nikmati. Perlombaan pun sudah menjadi makanan saya sehari-hari.

Namun saat ini ada yang terus mengganggu pikiran saya. Dua tahun terakhir ini tulisan saya tertuang dalam bentuk tulisan ilmiah berdasarkan data lapangan atau penelitian yang saya sebut itu paper dan setumpuk dokumen yang dikenal sebagai dokumen kerekayasaan. Saya tidak keberatan menulis paper. Entah dengan bahasa asing maupun bahasa ibu saya. Saya tetap menulisnya atas dasar profesionalisme. Akan tetapi tidak demikian dengan dokumen perekayasaan. Dari namanya saja sudah terbayang sesuatu yang negatif. Paling tidak itu yang saya rasakan ketika mengetahui tugas saya di kantor ini adalah “merekayasa”. Saya tidak suka menulis di bawah paksaan. Saya tidak suka ketika menulis harus menunggu perintah. Terlebih perintah itu adalah perintah tertulis yang mengikat. Perintah yang bernomor dan bertanda tangan dan terkadang memaksa saya menulis hal yang tidak saya suka. Tidak sekedar apa yang tidak saya suka, terlebih lagi hal yang begitu bertentangan dengan hati nurani saya. Menulis apa yang seharusnya tidak saya tulis. Menceritakan bahwa saya melakukan suatu hal padahal sedikit pun saya tidak mengerjakannya. Berbohong. Saya tidak suka berbohong.

Bagi saya lebih baik dan terhormat ketika saya menulis cerita fiktif untuk anak-anak, kisah cinta monyet anak remaja atau bahkan kisah romansa bagi orang dewasa. Saya sungguh mengarang. Berimajinasi. Berkhayal tentang suatu kondisi yang memang tidak ada namun saya mengadakannya dalam pikiran dan menuangkannya dalam tulisan. Namun tidak berbohong. Tentu saja hal ini berbeda dengan menulis demi kebohongan. Saya harus berbohong akan adanya hal yang tidak ada. Saya memilih untuk mengadakan monster di dalam kertas coretan saya sebagai bagian dari kisah fiksi yang saya tulis dibandingkan saya harus menulis angka-angka atau hasil penelitian yang tidak pernah saya tahu kebenarannya.

Sebuah pergolakan batin bukan?

Saya mencintai menulis. Namun bukan yang seperti ini. Saya masih punya mimpi untuk terus menulis. Sekali lagi, bukan tulisan yang dipaksakan untuk ada. Dilema. Saya terikat pada tuntutan kerja yang mengharuskan saya menuliskan sesuatu yang tidak saya lakukan, sementara hati saya terus menolak. Saya tidak tahu dapat bertahan sampai kapan. Hal yang menguatkan saya selama ini adalah harapan, harapan untuk tetap dapat menulis sesuai hati saya. Seperti saat ini. Saya terus mengalirkan kata demi kata hanya untuk mencurahkan perasaan. Saya merasa hidup dari rangkaian kata ini. Sebuah kelegaan ketika mengetahui ada yang bersedia mendengarkan isi hati saya walaupun itu hanya selembar kertas.

-My room 3:31 am-

2 comments:

  1. yodah, resign aja. nulis sesuai hati nurani. hehehe...
    ketimbang galau, baca2 tulisan kulinerku aja yuk.
    atau beli sotoji ke aku juga boleh. heheehe...

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete